Alperklinas.Id | Chief Executive Toyota Motor Corporation (TMC) Akio Toyoda mengatakan bahwa penggunaan atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) tidak bisa dipaksakan.
Sebab, kebutuhan kendaraan beremisi rendah pada tiap negara atau wilayah berbeda-beda, tergantung kondisi infrastruktur, cuaca, ketersediaan energi, sampai kebijakan otomotif lainnya.
Baca Juga:
Misi Toyota: Kendaraan Listrik Hemat Biaya Menuju Pasar Jepang
Selain itu, implementasi era elektrifikasi yang ceroboh juga memiliki potensi untuk berdampak buruk di berbagai lini seperti putusnya jutaan angkatan kerja.
Oleh karena itu, perusahaan berencana mengadopsi strategi perluasan cangkupan kendaraan ramah lingkungan. Salah satunya ialah mengadopsi teknologi canggih seperti hybrid vehicle dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV).
"Jika semuanya menjadi BEV, 1 juta pekerjaan akan hilang di Jepang. Ini jurus kami selamat dari transformasi era electric vehicle (EV)," kata Akio pada konferensi virtual, Selasa (14/12/2021).
Baca Juga:
Toyota dan Daihatsu Kolaborasi Bikin Perusahaan Baru di Asia Pasific
Sebab, lanjut dia bila ada pergeseran tajam ke era kendaraan listrik, maka sedikitnya 1 juta dari 5,5 juta orang yang berkerja di industri suku cadang akan kehilangan arah.
Menurutnya, secara umum kendaraan listrik dapat dipisahkan menjadi dua kategori sesuai energi yang digunaan. Pertama ialah carbon-reducting vehicle, jenis kendaraan elektrifikasi yang masih gunakan mesin pembakaran internal (ICE), di mana tingkat emisinya tidak nol tetapi lebih kecil dibanding mobil konvensional murni.
Contoh jenis kendaraan ini ialah mobil hybrid vehicle, plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), dan FCEV. Khusus FCEV, sudah terbukti di Brazil karena harga dari bioethanol lebih murah dari bensin dan melimpah.
"Kedua, carbon neutral vehicle seperti BEV atau hidrogen vehicle. Strategi kita dalam EV ialah total line-up atau diversifikasi teknologi," tambah Akio.
Hal serupa juga dikatakan Toyota Chief Engineer Officer, Masahiko Maeda. Menurutnya, diversifikasi teknologi dibutuhkan oleh perusahaan agar bisa memenuhi seluruh kebutuhan mobilitas di dunia dengan kondisi yang beragam.
"Toyota juga akan jauh lebih fleksibel dalam memberikan respons pada pasar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka atas kendaraan listrik," ujarnya.
Pada kesempatan sama, Akio juga menjelaskan sepak terjang perusahaan dalam kendaraan bermotor listrik.
Langkah ini sejatinya sudah diambil sejak 1992. Kemudian pada 1996, hadirlah RAV4 EV yang menjadi produk kendaraan listrik pertama dari Toyota.
Tapi, mobil tidak dijual secara luas melainkan pada segmen atau konsumen tertentu saja. Barulah pada 1997, Toyota mulai memasarkan kendaraan listrik lewat Prius HEV ke dunia atau luar Jepang.
"Di 2000, diperkenalkan prototipe dari kendaraan listrik kompak yakni e-com. Melanjuti tekad yang sama, di 2012 kami perkenalkan Coms/eQ sebagai mobil kecil bertenaga listrik," ujar Akio.
"Dari support yang berkesinambungan, kami melihat peluang besar pada sektor kendaraan listrik," tambahnya.
Tidak sampai di sana, pada 1990 juga Toyota mulai mengembangkan fuel cell electric vehicle. "Lalu di 2002, dihadirkan FCHV ke pasar.
Lalu dilanjutkan oleh FCHV-adv pada 2008. Dengan mengambil berbagai masukkan, pada 2014 akhirnya hadir generasi pertama dari Mirai," katanya.
"Kami juga mengembangkan teknologi serupa pada kendaraan komersial, melalui FC bus dan FC truck," ujar Akio lagi. [tum]