Alperklinas.Id | Indonesia sebagai negara agraris memang memiliki lahan pertanian padi sangat luas, sehingga limbah jerami padi yang dihasilkan pun sangat melimpah.
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berinovasi untuk memanfaatkan luapan lumpur Sidoarjo dan jerami padi menjadi sumber energi listrik.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Tim mahasiswa mengatakan, limbah jerami sendiri sebenarnya mengandung selulosa cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan kembali, namun di Indonesia pemanfaatannya belum maksimal.
“Kandungan selulosa ini dapat diproses menjadi energi listrik ramah lingkungan menggantikan energi listrik berbahan bakar fosil,” terang Qurratul Ain Farahiyah, ketua tim, seperti dilansir dari laman ITS.
Fara menjelaskan bahwa limbah jerami digunakan sebagai sumber karbon pada proses Microbial Fuel Cell (MFC), yakni metode yang digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui metabolisme mikroba terhadap suatu media sebagai katalis.
Baca Juga:
Percepat NZE 2060, PLN Indonesia Power Perkuat Ekosistem Hidrogen dari Hulu ke Hilir
“Metode ini mentransfer elektron dari anoda melalui copper wire, kemudian menghasilkan arus listrik menuju katoda,” jelas mahasiswa Departemen Teknik Kimia ITS ini.
Lebih lanjut Fara memaparkan proses pengolahan jerami padi dan lumpur Sidoarjo hingga menjadi energi listrik.
Didahului dengan pengekstrakan limbah jerami lalu diencerkan dan dipisahkan antara cairan dan padatannya. Cairan yang mengandung selulosa tersebut kemudian diambil untuk dihidrolisis oleh
sejenis fungi bernama Aspergillus Niger untuk menghasilkan glukosa.
“Sebanyak satu kilogram limbah jerami dapat menghasilkan 11.362 gram per liter glukosa,” tuturnya.
Glukosa kemudian dicampurkan dengan lumpur Sidoarjo untuk kemudian diumpankan sebagai makanan bakteri Shewanella Oneidensis MR-1 di dalam elektroda untuk menghasilkan elektron.
Selanjutnya elektron ditransmisikan dari anoda ke katoda yang keduanya berbahan carbon cloth twill melalui bahan konduktor resistor.
“Lumpur Sidoarjo yang kerap dianggap sebagai masalah ini mengandung mikroorganisme yang berperan penting dalam proses transfer elektron dalam MFC,” ungkap mahasiswi angkatan 2021 ini.
Fara menambahkan, semakin banyak glukosa yang digunakan maka arus listrik yang ditimbulkan akan semakin besar. Hal ini terjadi karena metabolisme bakteri dalam larutan dengan lebih banyak glukosa akan lebih cepat dan pertumbuhan bakteri yang cepat membuat jumlah arus yang lebih besar.
“Daya sebesar 8.515,351 miliwatt dapat dihasilkan dari pemrosesan 11.362 gram glukosa,” lanjut dia.
Fara bersama keempat rekannya yaitu Akbar Krisna Wandana (Departemen Teknik Instrumentasi), Cherish Global Etnic (Departemen Teknik Kimia), Dwi Mayasari (Departemen Teknik Kimia), dan Ramadhita Putra Purnomo (Departemen Teknik Kimia), berharap inovasi ini dapat diteliti lebih lanjut dengan variabel percobaan yang lebih bervariasi.
“Harapannya produk ini dapat diimplementasikan sebagai produk nyata mengatasi permasalahan limbah dan elektrifikasi ramah lingkungan di Indonesia,” pungkasnya berharap.
Dengan bimbingan dari Dr Eng Raden Darmawan ST MT, inovasi ini telah berhasil meraih medali perunggu pada kategori Energy di kompetisi Indonesia International Applied Science Project Olympiad (I2ASPO) yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA), beberapa waktu lalu. [tum]