Konsumenlistrik.com | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (17/2/2022).
Salah satu isu yang menjadi topik bahasan pada rapat tersebut adalah terkait program prioritas transisi energi.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Pemerintah tengah melakukan berbagai upaya untuk dapat mencapai target bauran energi dari energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen di tahun 2025.
"Guna mencapai target bauran energi di tahun 2025, upaya yang sedang dilakukan antara lain pelaksanaan pemasangan PLTS Atap, yang akan dilakukan oleh pihak swasta, sebesar 3,6 gigawatt (GW). Kemudian pembangunan pembangkit EBT sebesar 10,6 GW yang sudah termasuk dalam RUPTL PLN. Selanjutnya adalah penerapan biofuel sebesar 11,6 juta kilo liter (KL)," jelas Arifin di Gedung Nusantara II.
Agar rencana tersebut dapat berjalan dengan baik, imbuh Arifin, diperlukan penetapan atas Peraturan Presiden tentang Pembelian Energi Terbarukan. Selain itu, diharapkan ada kemudahan perizinan berusaha dari Kementerian/Lembaga terkait, dan tersedianya insentif fiskal dan non-fiskal.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Pada kesempatan itu, Arifin juga memaparkan peta jalan transisi energi yang telah disusun oleh Pemerintah. Strategi utama dari sisi suplai energi yang dilakukan untuk menuju karbon netral adalah melalui pengembangan EBT secara masif dengan fokus kepada tenaga surya, hidro, panas bumi dan hidrogen. Kemudian pemanfaatan teknologi rendah emisi seperti Carbon Capture, yaitu teknologi Carbon Capture, Utility, and Storage (CCUS) serta Carbon Capture Storage (CCS).
"Dari sisi demand, dilakukan pemanfaatan kompor listrik dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), di samping penerapan manajemen energi. Saat ini tim Net Zero Emission (NZE) dari Kementerian ESDM masih melakukan pendalaman roadmap NZE untuk mengurangi emisi pada tahun 2060 di sektor energi," tambahnya.
Selain itu, direncanakan pula pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas antara sistem kelistrikan antarpulau untuk berbagi sumber energi terbarukan. Penerapan super grid diharapkan dapat mengatasi divergensi antara sumber energi terbarukan lokal dan lokasi permintaan energi listrik yang tinggi.
"Selain itu pengembangannya akan mampu mengurangi dampak intermitensi dari pembangkitan variabel energi terbarukan yang semakin meningkat dan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN khususnya," tutur Arifin.
Arifin juga menyampaikan bahwa rencana penambahan pembangkit setelah tahun 2030 ini akan berasal dari sumber EBT. Mulai tahun 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) berupa energi surya dan angin, serta arus laut. Hidrogen akan dimanfaatkan secara bertahap, mulai tahun 2031 dan secara masif pada tahun 2051. Sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2049.
Kemudian pada periode transisi energi, energi fosil masih memiliki peran penting untuk dikembangkan, sebelum energi yang lebih bersih tersedia. Minyak bumi masih sebagai energi utama untuk transportasi, sebelum digantikan oleh kendaraan listrik, dan gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi terbarukan 100% di pembangkit. "Untuk itu Kementerian ESDM tetap mendorong peningkatan produksi migas. Batubara juga masih menjadi sumber bahan bakar untuk pembangkit sebelum adanya sumber energi pengganti yang lebih bersih, sedangkan mineral menjadi sumber atau bahan utama untuk baterai," terang Arifin.
Sementara itu, pengembangan ke depan untuk batubara adalah diarahkan untuk pemanfaatan di rumah tangga melalui pengembangan Dimetil Eter (DME) pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Adapun untuk mineral tetap dilaksanakan program peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri guna mendukung pengembangan industri baterai yang terintegrasi. [tum]