WahanaNews-Alperklinas | Langkah mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dipastikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tidak akan merugikan pengusaha pemilik pembangkit.
"Timeline penghapusan PLTU akan kita buat, menunya sudah ada, nanti dipilih mana-mana dulu yang paling aplikable, paling implementable. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih," ujar Arifin Tasrif melansir laman ESDM, Jumat (17/2/2023) pekan lalu.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Dia meresmikan kantor sekretariat tim kerja Just Energy Transitions Partnership (JETP), yang siap bekerja merealisasikan kerja sama pendanaan transisi energi.
Salah satu tugas Tim Kerja JETP enam bulan kedepan adalah menyelesaikan roadmap pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara.
Untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan, Arfin mengatakan Pemerintah nanti akan memilih PLTU yang berada di wilayah produksi listriknya berlebih yang sudah tidak efisien dan pembakaran yang sudah tidak sesuai spek awal.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
"Nanti akan dipilih wilayah mana yang produksi listriknya yang berlebihan, unit yang sudah tidak efisien karena yang tidak efisien juga konsumsi bahan bakarnya pasti boros, kalau pembakarannya sudah tidak seperti awalnya otomatis energi yang dihasilkan juga tidak lagi seoptimal pada awalnya," ungkap Arifin.
Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan USD20 miliar atau sekitar Rp 302 triliun (kurs Rp15.100) dalam program JTEP dari sejumlah negara maju.
Pendanaan itu beragam bentuknya, dari hibah, pinjaman hingga bantuan. Mempensiunkan PLTU merupakan bagian dari program ini untuk menurunkan emisi.
Ganti dengan yang ramah lingkungan
Selanjutnya, Menteri Arifin menegaskan bahwa mempensiunkan PLTU dan menggantinya dengan pembangkit yang lebih ramah lingkungan ini tidak akan merugikan pemilik pembangkit karena prinsipnya aset PLTU tersebut akan dibeli kemudian dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat untuk penghentiannya.
"Tidak akan merugikan pemilik PLTU karena nanti akan dihitung sebetulnya nilai asetnya itu berapa dan bagaimana kalau mempercepatnya, bukan menutupnya. Kita tidak bisa menutupnya.
Misalnya, masih tersisa berapa tahun, misal 15 tahun, bisa dipercepat lagi tidak menjadi 3 tahun, nah ini 3 tahun itu kompensasinya apa, kita akan melihat nilainya saat ini berapa dan saat tiga tahun berapa jadi intinya harus ada keterbukaan berdasarkan best practice yang ada," jelas Arifin.
PT PLN (Persero) sukses mengeksekusi perdagangan emisi (emission trading) melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pertama kalinya di Indonesia.
Arifin juga menyinggung program lain terkait pembangkit dengan tujuan yang sama menurunkan emisi yakni dengan mengkonversi pembangkit tinggi emisi denga yang rendah emisi mislanya mengkonversi pembangkit berbahan baku BBM dengan gas.
"Kita juga akan melihat yang lainnya seperti pembangkit BBM dan kita akan mempercepat konversi pembangkit BBM ke gas dan dari gas ke energi baru dan tercepat adalah konversi pembangkit ini jika ingin menurunkan emisi dan cost," tutup Arifin. [tum/liputan6]