Alperklinas.WahanaNews.co | Pemerintah dinilai tidak memiliki opsi lain selain menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jika tidak dilakukan segera, anggaran subsidi dan kompensasi energi akan bertambah sehingga pada akhirnya menekan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga:
680 Liter Pertalite Diamankan, Sat Reskrim Polres Subulussalam Tangkap Seorang Pria Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM
Tahun ini, pemerintah telah menganggarkan subsidi energi sebesar Rp502,4 triliun. Namun, jumlah subsidi dan kompensasi ini diperkirakan akan habis pada Oktober ini dan bisa tembus di atas Rp698 triliun pada akhir tahun. Alhasil, ini akan menjadi beban dalam APBN 2023.
Kepala Ekonom Bahan Sekuritas, Satria Sambijantoro menilai opsi menaikkan harga BBM tidak bisa dihindari lagi oleh pemerintah karena belanja subsidi akan membengkak seiring dengan tingginya harga minyak.
"Jika kita lihat subsidi hampir Rp 600 triliun per tahun itu cukup besar. Kalau misalnya teman-teman tahu penerimaan pajak kita sekitar Rp2.000 triliun. Jadi sekitar sepertiga penghasilan kita atau penghasilan negara dihabiskan untuk menyubsidi BBM," ungkap Satria.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Tindak Tegas SPBU Nakal
Jika dianalogikan ke dalam penghasilan pribadi, maka Indonesia seperti karyawan dengan gaji 10 juta per bulan. Tetapi hampir tiap bulan, karyawan tersebut harus menghabiskan Rp 3 juta per bulan untuk biaya transportasi yang relatif tinggi.
"Dari sisi postur fiskal, kenaikan BBM ini merupakan satu keniscayaan jika subsidinya secara nominal memang sebesar ini."
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa besarnya subsidi energi sebesar Rp502,4 triliun pada tahun ini, akan membebani pemerintah tahun depan.