WahanaNews-Alperklinas, Jakarta - Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1 direncanakan pemerintah akan dihentikan lebih cepat dari rencana awal.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno membeberkan, setidaknya untuk merealisasikan penghentian operasional dua PLTU tersebut dana yang dibutuhkan mencapai Rp 25 triliun. Dengan rincian, PLTU Pelabuhan Ratu sebesar Rp 12 triliun dan untuk PLTU Cirebon-1 sebesar Rp 13 triliun.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
"APBN tidak mungkin, tidak kuat untuk menanggung pensiun dini. Ini harus ada sumber-sumber lain yang kita tahu ada sumber dari JETP kita juga tahu ada dukungan dari ADB untuk melakukan pensiun dini, kita tahu saat ini untuk mempensiunkan dini PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon satu itu dibutuhkan dana Rp 25 triliun," ujarnya dalam acara Energy Corner, CNBC Indonesia, dikutip Selasa (24/10/2023).
Oleh sebab itu, perlu adanya sumber-sumber pendanaan lain yang dapat digunakan untuk mendukung program pensiun dini PLTU ini. Misalnya, pendanaan melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan dukungan dari Asian Development Bank (ADB).
"Untuk Cirebon-1 ini sudah ada komitmen dari ADB untuk membiayainya, nah ini kan besar sekali baru dua PLTU," kata dia.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 Tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.
Melalui aturan baru tersebut, pembiayaan terkait penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini akan menggunakan APBN.
[Redaktur: Alpredo Gultom]