WahanaNews.co-Alperklinas, Jakarta - Harga batu bara dunia menguat 8% sepanjang pekan ini. Bahkan mencatatkan kenaikan selama 9 hari beruntun.
Penguatan ini didorong oleh lonjakan permintaan dari pembangkit batu bara di tengah banyaknya penutupan tambang serta tingginya lonjakan pasokan seasonal India.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Melansir CNBC Indonesia, Minggu (3/3/2024), menurut data dari Refinitiv pada perdagangan Jumat (1/3/2024), harga batu bara ICE Newcastle ditutup di level US$136 per ton, mengalami kenaikan sebesar 2,84%. Saat ini, harga batu bara mencapai titik tertinggi dalam 2 bulan terakhir atau sejak 29 December 2023.
Kenaikan kemarin juga memperpanjang tren positif harga batu bara menjadi sembilan hari beruntun dengan kenaikan 12,7%.
Penguatan harga batu bara ini terjadi seiring dengan upaya global untuk menutup pembangkit listrik berbasis batu bara. Negara-negara di seluruh dunia berusaha mempercepat penutupan pembangkit listrik batu bara sebagai langkah menuju energi terbarukan. Meskipun demikian, beberapa negara di Asia, seperti China, India, dan Indonesia, masih sangat bergantung pada batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Pada 2023, permintaan global untuk batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, demikian disampaikan oleh International Energy Agency (IEA yang dikutip dari Oil Price. Meskipun permintaan global diprediksi turun sebesar 2,3% antara 2023 dan 2026, beberapa ekonomi maju dan berkembang di Asia, seperti China dan India, tetap mengalami peningkatan permintaan.
China, yang telah mengembangkan kapasitas energi terbarukan secara pesat, diharapkan akan menyumbang lebih dari setengah dari ekspansi kapasitas energi hijau global. Diperkirakan bahwa permintaan batu bara China akan turun pada tahun ini dan stabil hingga 2026.
Sementara itu, upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara juga dihadapi oleh tantangan, terutama dalam hal penyelesaian kontrak pembangkit listrik batu bara yang telah ada. Beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia, menghadapi kesulitan dalam memutus kontrak ini dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih.