Alperklinas ID | Agar target pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) bisa dicapai, sejumlah kebijakan dalam industri kelistrikan perlu ditata ulang.
Hal itu penting agar kepentingan jangka pendek dan menengah untuk memenuhi kebutuhan listrik saat ini dengan harga murah dan tidak membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN), bisa selaras dengan visi jangka panjang pengembangan energi bersih.
Baca Juga:
Buat Rencana Ketenagalistrikan, ALPERKLINAS Apresiasi Pemerintah Targetkan Interkoneksi Jaringan Listrik Internal dan Antarpulau Seluruh Indonesia
“Hal ini tentang tarik-menarik antara penyediaan listrik yang harganya terjangkau dan besaran subsidi dalam APBN dengan visi negara untuk menyediakan energi bersih berbasis EBT sekaligus mengurangi sebanyak-sebanyaknya pembangkit listrik berbasis fosil,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam keterangan tertulisnya Selasa (24/5/2022).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) 2021-2030 disebutkan bahwa untuk mencapai bauran energi 23% pada 2025, akan ada tambahan pembangkit berbasis energi baru terbarukan sebesar 10,64 GW. Sementara itu, tambahan pembangkit berbasis EBT sampai 2030 sebesar 20,92 GW.
Menurut data Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Indonesia cukup melimpah, yakni sebesar 29.544 MW, sementara yang sudah beroperasi baru 2.276,9 MW atau 7,7%.
Baca Juga:
PLN Suplai Listrik Hijau, PT Inecda Plantation Serap 592 Unit REC
Selain potensinya yang besar, kata Komaidi, pembangkit panas bumi juga memiliki capacity factor (CF) sampai 90% jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit EBT lain seperti pembangkit surya (PLTS) sekitar 18% dan pembangkit bayu (PLTB) sekitar 30%.
Persoalannya, kata Komaidi, harga jual listrik panas bumi masih mahal dan masa pembangunannya lama, yakni 7-10 tahun. Harga jual listrik panas bumi sekitar Rp 1.191 per kWh, sementara harga jual listrik batu bara hanya Rp 653,3 per kWh.
“Kondisi ini membuat kepentingan jangka pendek yang lebih mengemuka. Pemerintah tidak mudah menaikkan tarif listrik tetapi juga tidak bisa membiarkan subsidi listrik di APBN membengkak,” kata dia.