Alperklinas.WahanaNews.co | Pemerintah harus membuka mata lebar-lebar mengenai ancaman kelebihan pasokan listrik yang saat ini masih berlangsung. Pasalnya, jika dibiarkan dapat terus menggerus keuangan negara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menyebut bahwa rata-rata kelebihan pasokan listrik RI dalam satu dekade terakhir mencapai 25% per tahun.
Baca Juga:
ITPLN hingga Tel-U Siapkan Beasiswa, Pendaftaran Ditutup 16 Juni
Pada 2021 misalnya, dari kapasitas terpasang listrik 349 ribu Giga Watt hour (GWh), energi yang terjual hanya 257 ribu GWh, artinya ada selisih 26,35% listrik yang tidak dimanfaatkan.
Dalam catatan INDEF, dari kelebihan pasokan listrik 25% itu, PLN menanggung beban hingga Rp 122,8 triliun pada 2021.
Abra menjelaskan, nilai tersebut berasal dari asumsi biaya pokok perolehan listrik itu Rp 1.333 per kWh, lalu jika dikonversi dengan over supply yang 26,3% pada 2021, maka diperoleh potensi pemborosan akibat over supply sebesar Rp 122,8 triliun pada 2021.
Baca Juga:
Pajak PJU Ditanggung Konsumen, ALPERKLINAS Dukung Sinergi Pemkab Asahan dan PLN Siantar untuk Penerangan Jalan
Guna menghindari beban biaya tersebut, Abra mengungkapkan ada beberapa solusi agar serapan listrik di tubuh perusahaan setrum lebih optimal.
Pertama, mengevaluasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 35.000 Mega Watt (MW) karena permintaan listrik nyatanya tidak sebesar prediksi beberapa tahun lalu.
"Kedua, perjanjian jual beli listrik yang memberatkan keuangan PLN dengan skema Take or Pay, ini harus dievaluasi ulang agar PLN punya daya tawar menolak pembelian listrik jika pasokan berlebih," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/09/2022).