Ketiga, lanjutnya, mempercepat program pensiun dini PLTU batu bara melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 tahun 2022, sehingga kelebihan pasokan di hulu bisa ditekan dan pengalihan ke Energi Baru Terbarukan (EBT) dipercepat.
Selain itu, menurutnya pemerintah sebaiknya juga mengevaluasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power (pembangunan pembangkit listrik untuk penggunaan sendiri/ industri tertentu).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Langkah PLN Ketapang Sosialisasikan Layanan Digital dan Gaya Hidup Berkelanjutan
Pasalnya, menurut Abra pemberian izin kepada industri untuk pengoperasian pembangkit sendiri merupakan sikap inkonsistensi, antara rencana penambahan listrik baik yang dilakukan oleh PT PLN maupun pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
"Ada inkonsistensi lah. Kalau begitu asumsi kapasitas yang baru itu diserap oleh industri yang mana. Jadi RUPTL yang dibangun ini jelas lebih kental pendekatannya dari sisi supply bagaimana matching-nya dari sisi demand," ujarnya.
Menurut dia, seharusnya pemerintah dapat memperhitungkan apakah ada keterkaitan antara proyeksi tambahan supply listrik dengan proyeksi pertumbuhan demand listrik per wilayah masing-masing.
Baca Juga:
ITPLN hingga Tel-U Siapkan Beasiswa, Pendaftaran Ditutup 16 Juni
"Kalau ada kawasan industri khusus yang diperbolehkan gunakan listrik dari pembangkit sendiri seharusnya proyeksi di wilayah itu bisa dirasionalisasi. Jadi mendasarkan proyeksi itu terhadap kebutuhan listrik dari masing-masing region," ujarnya.
Sehingga, jangan sampai PLN dan IPP sudah mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk menambah kapasitas pembangkit listrik, namun ketika sudah siap tidak ada yang menyerap. Akibatnya, perusahaan semakin merugi. [tum]