Bakir menjelaskan amonia merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk. Sedangkan green ammonia dan blue ammonia merupakan amonia yang diproses dan dihasilkan dari sumber energi yang terbarukan. Kata Bakir, amonia jenis ini memiliki kandungan karbon rendah sehingga lebih ramah lingkungan dan dapat menjadi bahan baku pupuk di masa yang akan datang.
Bakir mengatakan produksi blue ammonia menggunakan blue hydrogen yang berasal dari sumber energi fosil. Bakir menyampaikan karbon yang terbentuk dari proses produksi blue ammonia yaitu CO2 harus diinjeksikan kembali ke dalam perut bumi, dan terkait hal ini dikenal sebagai Carbon Capture Storage (CCS) Technology.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Menurut Bakir, lebih efisien apabila CO2 dapat diinjeksikan ke dalam reservoir minyak ataupun gas yang sudah tidak digunakan dan lokasi berdekatan dengan pabrik pupuk. Sedangkan green ammonia, dia katakan, produksinya menggunakan green hydrogen yang berasal dari sumber energi bersih seperti energi panas bumi.
Disamping itu, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menyatakan, kerjasama green energy cluster ini dilandasi pemikiran bahwa tantangan masa depan ke arah transisi energi ini perlu dilakukan sesuai dengan frame ke depan.
Ia menerangkan, dalam pengembangan Kawasan Energi Hijau ini, tahap pertama ini, akan melakukan dekarbonisasi program pada level operasional. Kedua, menggunakan EBT dalam penyediaan listrik.
Baca Juga:
PLTS Groundmounted Terbesar Di Indonesia dibangun di Purwakarta, Kolaborasi PLN-Aruna Wujudkan Kawasan Industri Hijau
"Ini kita di support PLN dan Pupuk Indonesia. Ketiga, kita kemudian menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Termasuk soal carbon capture. Ini bicara sama PLN carbon capture bukan hanya di DME atau gas tetapi juga di PLTU. Agar semua aspek yang saat ini karbon emisi besar bisa kita turunkan," tandas dia. [tum]