"Selain itu pengembangannya akan mampu mengurangi dampak intermitensi dari pembangkitan variabel energi terbarukan yang semakin meningkat dan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN khususnya," tutur Arifin.
Arifin juga menyampaikan bahwa rencana penambahan pembangkit setelah tahun 2030 ini akan berasal dari sumber EBT. Mulai tahun 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) berupa energi surya dan angin, serta arus laut. Hidrogen akan dimanfaatkan secara bertahap, mulai tahun 2031 dan secara masif pada tahun 2051. Sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2049.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Kemudian pada periode transisi energi, energi fosil masih memiliki peran penting untuk dikembangkan, sebelum energi yang lebih bersih tersedia. Minyak bumi masih sebagai energi utama untuk transportasi, sebelum digantikan oleh kendaraan listrik, dan gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi terbarukan 100% di pembangkit. "Untuk itu Kementerian ESDM tetap mendorong peningkatan produksi migas. Batubara juga masih menjadi sumber bahan bakar untuk pembangkit sebelum adanya sumber energi pengganti yang lebih bersih, sedangkan mineral menjadi sumber atau bahan utama untuk baterai," terang Arifin.
Sementara itu, pengembangan ke depan untuk batubara adalah diarahkan untuk pemanfaatan di rumah tangga melalui pengembangan Dimetil Eter (DME) pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Adapun untuk mineral tetap dilaksanakan program peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri guna mendukung pengembangan industri baterai yang terintegrasi. [tum]