WahanaNews-Alperklinas | Pada Senin (6/3/2023) pemerintah resmi menerbitkan aturan pemberian bantuan pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) khusus mobil dan motor listrik. Aturan ini berlaku pada 20 Maret 2023.
Hadirnya regulasi ini menandai babak baru dalam keseriusan pemerintah mendorong publik beralih ke kendaraan listrik atau Electrical Vehicle (EV). Semua dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mengurangi emisi karbon.
Baca Juga:
Wuling Motors hadirkan layanan “Worry-Free Bersama Wuling EV” untuk atasi kekhawatiran konsumen
Keseriusan pemerintah terhadap kendaraan listrik bukan kali ini saja. Bahkan, sudah berakar jauh sejak masa Orde Baru tepatnya tahun 1997.
Mengutip Ridwan Arief Subekti dalam Peluang dan Tantangan Pengembangan Mobil Listrik Nasional (2014), pada masa itu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik telah melakukan penelitian mengenai mobil listrik, dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (8/3/2023).
Kala itu, pemerintah sudah terpikirkan membuat mobil listrik untuk menggantikan mobil konvensional. Caranya dengan membongkar mesin mobil konvensional, seperti Timor dan Kijang, dan memasukkan motor listrik untuk menggerakannya.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Selain itu, LIPI juga sudah menghasilkan desain dan purwarupa mobil untuk keperluan khusus, seperti mobil golf, ambulance, dan mobil patroli.
Pada 2005 hasil pengembangan tersebut diserahkan kepada Presiden SBY. Sayang, akibat tidak adanya investor yang tertarik menanamkan modal untuk memproduksi mobil listrik tersebut, program mobil listrik nasional mandek dan mati suri.
Sebetulnya, sumber daya pembuatan mobil listrik saat itu sudah ada. Masih mengutip Peluang dan Tantangan Pengembangan Mobil Listrik Nasional (2014), saat itu PT Nipress sudah memulai mengembangkan baterai untuk mobil.
Sejak itu, pengembangan mobil listrik skala nasional tidak pernah terjadi dan hanya dilakukan oleh beberapa kampus dalam skala kecil. Sampai akhirnya, keseriusan ini mulai muncul kembali saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN pada 2011.
Berdasarkan arsip Detik (9 Januari 2013), Dahlan kemudian mengumpulkan 5 pemuda yang disebutnya sebagai putera petir. Mereka adalah Dasep Ahmadi, Danet Suryatama, Ravi Desai, Ricky Elson, dan Mario Rivaldi.
Seluruh pemuda itu sebetulnya berbakat dan memiliki keahlian untuk membuat mobil listrik. Mengutip Ridwan Arief Subekti, Dasep Ahmadi merupakan produsen mobil listrik bermerek Evina yang memiliki berbagai model dari city car sampai excecutive bus.
Lalu Danet Suryatama pembuat mobil listrik bernama Tucuxi yang seluruhnya diproduksi di Jogja. Dia adalah lulusan ITS dan Michigan University yang bekerja sebagai mekanik di pabrik mobil AS.
Sementara Ravi Desai adalah Presiden Direktur PT Great Asia Link yang memproduksi mobil listrik merek Elvi. PT Great Asia Link sendiri sudah menginvestasikan dana Rp 100 miliar untuk produksi mobil listrik nasional.
'Putera petir' keempat adalah Mario Rivaldi. Dia adalah Presiden Direktur PT Betrix Indonesia yang telah banyak membuat motor listrik. Dia sendiri adalah lulusan ITB yang lanjut kuliah di Ingris.
Dan yang terakhir adalah Ricky Elson. Berbeda dengan sebelumnya, Ricky berbasis di Jepang. Di sana dia fokus membantu perusahaan Jepang membuat motor penggerak kendaraan listrik. Selama 14 tahun di Negeri Matahari Terbit, Ricky telah menemukan belasan teknologi dan berhasil mematenkan seluruhnya. Saat di Indonesia, Ricky menciptakan mobil Selo dan Gendhis.
Seluruh 'putera petir' ini tidak bekerjasama untuk membuat satu mobil nasional. Namun, menggarap kendaraan yang telah dibuatnya masing-masing.
"Komitmennya adalah membuat mobil yang penemuannya itu, kemudian saya yang biayai. Semua sudah saya bayar, ini teknologi terserah dia (mereka)," kata Dahlan.
Namun, di saat pengembangan itu dimulai mobil listrik merek Tucuxi yang dikembangkan Dahlan Iskan kecelakaan pada 5 Januari 2013. Buntut dari kejadian tersebut, pengembangan mobil listrik nasional era Dahlan meredup. Tak ada lagi perkembangannya.
Lalu, nasib putera petir lain pun cukup mengecewakan. Dasep Ahmadi pada 2016 dihatuhi hukuman 7 tahun penjara karena dinilai korupsi dana riset mobil listrik sebesar Rp 17 miliar.
Sedangkan mobil garapan Ricky pun tinggal kenangan. Kini, dia menjauh dari urusan mobil listrik dan memilih berdiam diri di sebuah desa di Tasikmalaya.
Barulah di era Presiden Jokowi, kebijakan itu muncul kembali, tetapi bukan berupaya menghasilkan mobil listrik keluaran baru. Melainkan, mendorong masyarakat untuk beralih ke penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon, dengan menggandeng prinsipal otomotif dunia seperti Hyundai, Wuling dan lainnya. [tum/cnbcindonesia]