"Kalau kita mau bicara iklim, skema yang dibangun di Indonesia harusnya phase out batubara. Kalau setop PLTU baru sebenanrnya tidak akan menurunkan angka emisi di Indonesia," kata Zenzi.
"Karena logikanya, PLTU akan tetap beroperasi selama batubra di Indonesia masih ada," imbuhnya.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Zenzi menilai Indonesia tak berani menyetop PLTU bukan hanya karena alasan biaya transisi ke energi terbarukan lebih mahal. Menurutnya, Indonesia terlalu mengikuti logika pengusaha batubara.
"Kalau kebijakan di Indonesia memang menurunkan emisi, batubara itu harus setop total," ucapnya.
Padahal, kata dia, Indonesia merupakan negara tropis. Dengan kondisi itu, energi bisa diproduksi oleh siapa saja dan tidak tergantung pada pengusaha batubara.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Sistem energi Indonesia kan sentralistrik. Sentralistik ini yang membuat pengusaha menjadi penerima manfaat prosuksi dan distribusi energi di Indonesia," ucap Zenzi.
"Mestinya energi Indonesia itu desentraslisasi. Rakyat yang produksi listrik negara yang beli. Kelebihannya dayanya didistribusikan industri," imbuhnya.
Diberitakan, Jokowi melarang pembangunan atau pengembangan PLTU berbasis batu bara baru. Namun, ia juga masih memperbolehkan beberapa pembangunan PLTU berbasis batu bara dengan beberapa syarat.