Alperklinas.Id | Meroketnya harga batu bara ternyata justru berimbas negatif bagi PLN karena sejumlah produsen batu bara yang bahkan sudah terikat kontrak dengan PLN justru "mangkir" dan cenderung memilih ekspor ketimbang memenuhi komitmennya untuk menjual ke PLN.
Tahun ini memang bisa dikatakan tahun batu bara karena sejak awal tahun harga terus melejit. Bahkan, tak tanggung-tanggung, harga batu bara sempat menyentuh US$ 280 per ton pada awal Oktober 2021.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Namun siapa sangka, meroketnya harga batu bara ini di sisi lain menimbulkan kerugian bagi PT PLN (Persero).
Alhasil, stok batu bara PLN dalam kondisi kritis pada Juli 2021 lalu. Stok batu bara untuk pembangkit listrik PLN pada saat itu kurang dari 10 hari. Padahal, dalam kondisi normal setidaknya bisa mencapai sekitar 15 hari.
Kondisi ini pula lah yang pada akhirnya membuat pemerintah untuk memutuskan pelarangan ekspor batu bara kepada 34 perusahaan batu bara nasional pada awal Agustus 2021 lalu.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengirimkan surat keputusan perihal "Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar Negeri" kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada 7 Agustus 2021.
Dalam surat tersebut lah, Dirjen Minerba meminta kepada ketiga unsur pemangku kepentingan tersebut untuk melakukan pembekuan Eksportir Terdaftar (ET) kepada 34 perusahaan batu bara tersebut.
Hal tersebut dikarenakan 34 perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban pasokan batu bara sesuai kontrak penjualan dengan PT PLN (Persero) dan atau PT PLN Batu Bara Periode 1 Januari-31 Juli 2021.